Thursday, January 10, 2013

Belum Cukupkah Al-Quran Sehingga Ada Hadits


Belum Cukupkah Al-Quran Sehingga Ada Hadits. tulisan ini sudah lama saya buat tapi karena beberapa hal tulisan ini baru sempat saya posting. ini dari tulisan ini adalah menjelaskan tentang fungsi dari hadits, dimana peran hadits dalam membuat hukum islam dengan adanya al-quran yang sudah nyata datang dari Allah. dengan membaca artikel fungsi hadits disini, saya berharap pembaca mampu mengetahui
substansi hadits nabi muhammad saw.
Pada masa Rosululloh SAW tidak ada sumber hukum selain kitab dan As-Sunah. Secara ‎global As-Sunah itu sendiri berjalan beriringan dengan Al-Quran hal ini dikarenakan As-‎Sunah (hadist) menjelaskan hal-hal yang mubah, merinci pada ayat-ayat yang mujmal, ‎membatasi yang mutlak, mengkhususkan yang umum dan menguraikan hokum-hukum serta ‎tujuanya disamping juga membawa hukum yang belum dijelaskan secara eksplisit oleh Al-‎Quran.‎
Penjelasan As-Sunah terhadap Al-Quran sebenarnya merupakan objek kajian dari pada ‎kajian ushul yang dibicarakan secara luas di dalam kitab ushul fiqih. Munzir Suparta ‎sebagaimana dukutip oleh Sahrani mengemukakan bahwa fungsi hadist sebagai penjelas Al-‎Quran ada lima macam fungsi di antaranya adalah sebagai bayan at-taqrir, bayan at-tafshil, ‎bayan al-bats, bayan at-tafsir dan bayan at-al-tasyri. As-Syafi’i juga menyebutkan ada lima ‎fungsi hadist yakni at-tafshil, bayan at-takhsis, bayan at’yyin dan bayan al-isyarah. ‎Sedangkan Ahmad bin Hambal menyebutkan ada empat fungsi dari pada hadist yakni bayan ‎at-ta’kid, bayan at-tafsir, bayan at-tasyir dan juga bayan at-takhsis ‎. Untuk lebih jelasnya ‎kita lihat penjelasan di bawah ini
Maksud dari bayan at-taqrir adalah bahwa hadist menetapkan dan memperkuat apa ‎yang telah diterangkan didalam Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam hal ini hanya ‎memperkokoh isi kandungan Al-Quran. ‎
Suatau contoh hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Abu Hurairah ra
‏135 حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِىُّ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا ‏هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ » . قَالَ رَجُلٌ مِنْ ‏حَضْرَمَوْتَ مَا الْحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ 
Artinya :  Rosululloh bersabda “tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sebelum ‎ia berwudhu”‎
Hadist di atas memperkokoh isi kandungan dari pada ayat Al-Quran surat Al-Maidah ‎ayat 6 yang berbunyi ‎
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$#
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, ‎Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan ‎‎(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki
Maksudnya adalah bawa hadist memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat ‎Al-Quran yang masih mujmal, memberikan persyaratan ayat-ayat Al-Quran yang masih ‎mutlak dan memberikan penentuan khusus terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih ‎umum. Untuk lebih jelasnya bisa di lihat penjelasan di bawah ini ‎
a.‎ Merinci ayat-ayat yang mujmal
Maksudnya dari pada ayat mujmal adalah ayat yang ringkas atau singkat yang ‎terkandung banyak makna dan perlu dijelaskan lebih lanjut makna dari pada ayat ‎tersebut. Hal ini dikarenakan belum adanya kejelasan makna yang dimaksudkan ‎kecuali setelah adanya penjelasan atau perincian.‎
Salah satu ayat mujmal yang ada di dalam Al-Quran adalah tentang perintah zakat ‎dan juga sholat


(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$#  

Artinya : Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang ‎yang ruku'.‎
Karena ayat di atas sangatlah ringkas maka Nabi SAW pun memberikan ‎penjelasan atau perincian dengan sabdanya ‎
‏4022- أَخْبَرَنَا أَبُو زَكَرِيَّا بْنُ أَبِى إِسْحَاقَ الْمُزَكِّى حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ : مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ بْنُ ‏سُلَيْمَانُ الْمَرَادِىُّ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِىُّ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِىُّ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِى قِلاَبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو سُلَيْمَانَ : ‏مَالِكُ بْنُ الْحُوَيْرِثِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى ‏، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ، وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ ». رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ فِى الصَّحِيحِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ ‏الْمُثَنَّى عَنْ عَبْدِ الْوَهَّابِ.‏ 
b.‎ Mentaqyid ayat-ayat yang muthlaq
Maksud dari mentaqyid yang muthlaq adalah membatasi ayat-ayat yang muthlaq ‎dengan sifat, keadaan atau dengan syarat-syarat tertentu. Penjelasan Nabi yang ‎berupa mentaqyid adalah sebagaimana beliau mentaqyid ayat Al-Quran surat al-‎Maidah ayat 3‎


ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøŠyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ͍ƒÌYσø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎŽötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/

Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging ‎hewan) yang disembelih atas nama selain Allah
Ayat di atas oleh Nabi SAW di taqyid dengan hadist ‎
‏3439 - حَدَّثَنَا أَبُو مُصْعَبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -‏صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ ‏وَالطِّحَالُ »‏ ‏.‏
Artinya : Telah di halalkan bagi kami dua macam bangkai dan dua macam darah, ‎adapun dua macam bangkai adalah bangkai ikan dan belalang, sedangkan dua ‎darah adalah hati dan limpa
c.‎ Mentkahsis ayat yang ‘am‎
Maksud dari pada mentakhsis ayat yang ‘am adalah membatasi keumuman ayat ‎Al-Quran sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian terentu. Mengingat fungsinya ‎ini maka para ulama berbeda pendapat apabila mentakhsisnya dengan hadist ahad. ‎
Menurut Syaf’i dan Ahmad bin Hambal keumuman ayat bisa ditakhsis oleh hadist ‎ahad yang menunjuk kepada sesuatu yang khas, sedangkan menurut ulama hanafiyah ‎sebaliknya.‎
Contoh hadist yang mentakhsis keumuman ayat-ayat al-Quran adalah sabda Nabi ‎SAW
‏17789 - عبد الرزاق عن أبي بكر بن عياش عن مطرف عن الشعبي أن عمر بن الخطاب قال لايرث القاتل ‏من المقتول شيئا وإن قتله عمدا أو قتله خطأ 
Hadist di atas mentakhsis keumumanayat Al-Quran an-nisan’ ayat 11 ‎

ÞOä3ŠÏ¹qムª!$# þÎû öNà2Ï»s9÷rr& ( ̍x.©%#Ï9 ã@÷VÏB Åeáym Èû÷üusVRW{$# 4

Artinya : Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-‎anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang ‎anak perempuan
Kata at-Tasyri  artinya adalah perbuatan, mewujudkan menetapkan atau aturan ‎‎(hokum). Adapun bayan at-Tasyri ialah penjelasan hadist yang berupa mewujudkan, ‎mengadakan atau menetapkan  suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam ‎Al-Quran. Dalam hal ini Nabi SAW berusaha menunjukan kepastian hokum terhadap ‎persoalan yang muncul pada sa’at itu dengan sabdanya.‎
Bayan at-Tasyri ini oleh para ulama disebut juga dengan bayan zaid al-kitab al-karim ‎‎(tambahan terhadap nash Al-Quran). Disebut demikian karena sebenarnya di dalam Al-‎Quran sendiri ketentuan-ketentuan pokok sudah ada sedangkan hadist tersebut ‎merupakan tambahan terhadap ketentuan pokok tersebut.‎
Salah satu contoh sabda Nabi SAW yang berusaha menunjukan kepastian suatu hokum ‎terhadap suatu persoalan adalah hadist yang berbunyi
‎ ‎‏2325 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ قَالاَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ ح وَحَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى - وَاللَّفْظُ لَهُ  ‏قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ ‏عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِينَ.‏
Artinya : bahwa Nabi SAW telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan satu ‎sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba sahaya, ‎laki-laki atau perempuan
Secara bahasa Naskh merupakan membatalkan, menghilangkan, memindahkan dan ‎mengubah. Secara keseluruhan dari pengertian diatas Naskh bisa dan dapat ‎menghapuskan ketentuan-ketentuan yang telah ada dengan adanya dalil syara’. ‎
Salah satu contoh yang diajukan para ulama ialah hadits yang berbunyi
‏(أخبرنا) أبو الحسن على بن احمد بن عبدان انا احمد بن عبيدالصفار ثنا محمد بن الفضل بن جابر ثنا عبد الجبار ‏بن عاصم ثنا اسمعيل بن عياش عن شرحبيل بن مسلم عن أبى امامة الباهلى قال سمعت رسول الله صلى الله عليه ‏وسلم يقول في خطبته قى حجة الوداع ان الله عزوجل قد اعطى كل ذى حق حقه لاوصية لوارث 
Artinya  : Tidak ada wasiat bagi ahli warits ‎
Hadits ini menurut mereka menasakh isi Al-Quran surat al-Baqoroh ayat 180 yang ‎berbunyi:‎

|=ÏGä. öNä3øn=tæ #sŒÎ) uŽ|Øym ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$# bÎ) x8ts? #·Žöyz èp§Ï¹uqø9$# Ç`÷ƒyÏ9ºuqù=Ï9 tûüÎ/tø%F{$#ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ ( $ˆ)ym n?tã tûüÉ)­FßJø9$# ÇÊÑÉÈ   

Artinya : Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-‎tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan ‎karib kerabatnya secara ma'ruf (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.‎
Dengan demikian ketentuan-ketentuan yang datang kemudian dapat mengahapus ‎ketentuan-ketentuan yang terdahulu. Hadist sebagai ketentuan yang datang kemudian ‎dari al-Quran dalam hal ini dapat menghapus ketentuan atau isi kandungan al-Quran ‎. ‎akan tetapi hal ini masih jadi perdebatan para ulama‎

belajar komputer
belajar komputer
Jika berkenan, mohon bantuannya untuk memberi vote Google + untuk halaman ini dengan cara mengklik tombol G+ di samping. Jika akun Google anda sedang login, hanya dengan sekali klik voting sudah selesai. Terima kasih atas bantuannya.
Judul: Belum Cukupkah Al-Quran Sehingga Ada Hadits; Ditulis oleh Unknown; Rating Blog: 5 dari 5

No comments:

Post a Comment