Periode Pertama dimulai pada masa imam asy-Syafi’i رحمه الله dan berakhir kurang lebih sekitar akhir abad ke empat hijriyah. Keistimewaan periode ini adalah penulisan kaidah ilmu ushul fiqih oleh imam asy-Syafi’i رحمه الله dan keadaan serta kondisi yang berhubungan langsungdengan penulisan ini.
Imam asy-Syafi’i hidup dimasa berkembangnya dua madrasah yang setiap dari madrasah ini tegak diatas manhaj yang tidak sama dengan yang lainnya. Dua madrasah ini adalah
madrasah hadits yang berada di Madinah dengan tokoh besarnya adalah imam Malik bin Anas bin Malik al-Ashbahi رحمه الله (w 179 H) dan kedua adalah madrasah ar-Ra’yi yang berada di Irak dengan tokoh besarnya adalah para murid Abu Hanifah رحمه الله.
Madrasah hadits dikenal sangat kental dan dekat dengan riwayat, karena kota Madinah adalah tempat berkumpulnya para sahabat dan tempat turunnya wahyu. Sebaliknya madrasah ar-Ra’yi sangat kental nuansa akalnya karena tidak memiliki sebab-sebab riwayat seperti di Madinah, ditambah lagi banyaknya fitnah dan pemalsuan hadits di sana. Yang perlu diperhatikan bahwa kedua madrasah ini sepakat mewajibkan untuk menerima dan mengamalkan al-Qur`an dan sunnah dan tidak mendahulukan akal dari kedua sumber tersebut.
Dalam hal ini imam asy-Syafi’i رحمه الله mampu mengkompromikan kedua madrasah ini dan memperoleh keistimewaan yang dimiliki masing-masing madrasah tersebut. Beliau menyatukan fiqih imam Malik di Madinah – yang beliau sendiri adalah murid imam Malik رحمه الله – dan fiqih Abu Hanifah di Irak, karena beliau berguru langsung kepada imam Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibani رحمه الله (w 189 H) ditambah dengan fiqih ahli Syam dan Mesir karena beliau pun mengambil ilmu dari para ulama pakar fiqih di sana. Ditambah lagi dengan Madrasah Makkah yang memiliki perhatian lebih besar dalam tafsir al-Qur`an dan sebab turunnya. Dimana beliau belajar langsung di Makkah kepada para ulama fiqih dan ulama hadits disana hingga mendapatkan kedudukan sebagai mufti. Semua ini didukung dengan kepakaran beliau dalam bahasa Arab yang beliau dapatkan dari pedalaman Arab pada kabilah Hudzail yang termasuk suku terfasih dalam berbahasa Arab. Dengan anugerah besar yang dimiliki inilah –dengan taufiq dari Allah- beliau mampu meletakkan ushul dan kaidah dalam ber-istimbath (pengambilan hukum dari dalil) serta ketentuan berijtihad. Juga beliau mampu menjadikan fiqih diambil dari sumber hukum yang jelas dan pasti. Dengan sebab itu beliau membuka pandangan ulama fiqih dan memberikan contoh kepada para mujtahid setelah beliau untuk bertindak seperti yang telah beliau lakukan dan menyempurnakan yang ditemui mereka nantinya. Demikianlah imam asy-Syafi’I رحمه الله menulis kitab “AR-RISAALAH” yang menjadi kitab pertama dalam ushul fiqih.
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal رحمه الله (w 241 H) berkata: Dahulu fiqih itu terkunci pada ahlinya saja hingga Allah bukakan dengan asy-Syafi’i. (lihat Tahdzieb al-Asma’ wa al-Lughaat 1/61)
Beliau رحمه الله juga menyatakan: Dahulu peradilan kami berada di tangan para sahabat Abu Hanifah رحمه الله tidak dapat diganggu gugat hingga kami melihat imam asy-Syafi’i. Beliau orang terpakar dalam al-Qur`an dan sunnah Rasululloh صلي الله عليه وسلم. Dan ahli hadits tidak akan pernah kenyang dari kitab-kitab asy-Syafi’i. (lihat Muqaddimah kitab ar-Risalah hal. 6 ). Ia juga berkata: Kalau bukan imam asy-Syafi’i maka kami tidak mengenal fiqih hadits.
Imam asy-Syafi’i رحمه الله telah meletakkan pondasi pertama penulisan dan kodefikasi ilmu ushul dan menjelaskan ketentuan ilmu ini serta memperjelas gambarannya.
Imam Syafi’i رحمه الله dalam upaya beliau menyusun ilmu ushul fiqih mengikuti jejak langkah orang sebelum beliau dan bersandar kepada al-Qur`an dan sunnah serta siroh para sahabat dan atsar para imam besar. Juga mengambil faedah dari ilmu bahasa Arab dan sejarah manusia, serta penggunaan akal dan qiyas.
Kemudian setelah beliau, bermunculan upaya para ulama ahli sunnah, namun baru berkisar pada permasalahan komitmen dengan Al-Qur`an dan Sunnah. Diantaranya adalah:
a. Risalah imam Ahmad رحمه الله tentang ketaatan kepada Rasululloh صلي الله عليه وسلم.
b. Kitab Akhbaar Ahaad dan kitab al-I’tishom, keduanya bagian dari shohih al-Bukhori.
c. Kitab Ta’wiel Musykil al-Qur`an dan kitab Ta’wiel Mukhtalaf al-Hadits keduanya karya Ibnu Qutaibah.
d. Dan kitab lainnya yang dikarang para ulama salaf lainnya.
Pada periode ini kodefikasi ilmu usul fiqih telah sempurna melalui karya imam asy-Syafi’i رحمه الله kemudian datang para ulama setelah beliau menyempurnakan upaya yang telah beliau mulai khususnya yang berhubungan dengan komitmen kepada Al-Qur`an dan sunnah. Semua upaya ini merupakan benang merah manhaj ahli sunnah dan kaedah umum dalam ushul fiqih versi ahlu sunnah. Periode ini memiliki pengaruh besar dan penting bagi para ulama setelah mereka.
No comments:
Post a Comment