Pengertian Hadits Mutawatir. Mutawatir menurut bahasa berarti المتتابع yang berarti yang berlanjut, berurutan. Artinya Sesuatu yang datang kemudian atau secara beriring-iring antara yang satu dengan lainnya tanpa adanya jarak.
Sedangkan Sohari Sahrani dalam bukunya “ulumul hadits” mengutip beberapa
definisi yang menjelaskan tentang hadits mutawatir secara terminologi yaitu terdapat beberapa formulasi definisi, antara lain sebagai berikut.
definisi yang menjelaskan tentang hadits mutawatir secara terminologi yaitu terdapat beberapa formulasi definisi, antara lain sebagai berikut.
الحديث المتواتر هو الذي رواه جمع كثير لايمكن تواطئهم على الكذب عن مثلهم إلى انتهاء السند وكان مستندهم الحس
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumah rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, mulai dari awal sanad sampai akhir sanad dan cara penyandaran mereka adalah pancaindra.
ما رواه جمع عن جمع تحيل العادة تواطئهم على الكذب
Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut adat istiadat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta.
Dalam kitab Al-Minhal al-Lathif fi Ushulil Hadits asy-Syarif, Muhammad ‘Alawy juga menjelaskan tentang hadits mutawatir secara istilah, yaitu;
ما رواه جمع يحيل العقل تواطئهم على الكذب عادة من أمر حسي, أو حصول الكذب منهم إتفاقا, ويعتبر ذالك في جميع الطبقات ان تعددت.
Hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi pada setiap tingkatan sanadnya, yang menurut akal dan kebiasaan mereka tidak dimungkinkan untuk berdusta, dan dalam periwayatannya mereka bersandarkan pada panca indra.
Dari beberapa definisi yang ada, dapat dirumuskan beberapa syarat yang harus ada dalam hadits muawatir, yaitu ada 4 syarat:
a) Periwayatannya didukung oleh jumlah yang banyak
b) Menurut logika dan kebiasaannya, tidak dimungkinkan para perawi bersekongkol untuk berdusta
c) Terdapat Jumlah perawi yang banyak pada setiap tingkatan, dari awal sanad sampai akhir sanad
d) Sandaran dalam periwayatan mereka menggunakan panca indra dan bukan akal.
Ulama hadits masih berbeda pendapat tentang jumlah perawi, ada yang menetapkan dengan jumlah tertentu dan ada yang tidak menetapkannya. Ulama yang tidak mensyaratkan jumlah tertentu, mereka berpatokan pada adat istiadat yang dapat memberikan keyakinan terhadap apa yang diberitakan para perawi yang mustahil mereka sepakat berdusta. Sedangkan ulama yang mensyaratkan adanya jumlah tertentu, mereka masih berselisih mengenai jumlahnya.
Beberapa pendapat ulama tentang jumlah perawi yang harus ada adalah:
a) Abu at-Thaiyyib, menentukan sekurang-kurangnya 4 orang, diqiyaskan dengan banyaknya saksi yang diperlukan hakim untuk tidak memberi vonis pada terdakwah. Ini didasarkan pada QS. 24. An-Nur : 13.
b) Ashab as-Syafi’i menentukan minimal 5 orang, diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapat gelar ulul azmi. Juga ada yang berdasarkan pada permasalahan li’an, QS. 24. An-Nur : 6-9.
c) As-Suyuthy dan Astikhary menetapkan bahwa jumlah yang paling baik adalah minimal 10 orang, sebab bilangan itu merupakan awal bilangan banyak. Pendapat inilah yang banyak diikuti oleh para muhaddisin.
d) Ada pendapat lain yang mengatakan minimal 12 orang, seperti jumlah pemimpin yang dijelaskan dalam firman Allah QS. 5. Al-Maidah : 12.
e) Ada sebagian ulama yang menetapkan 20 orang, ini didasarkan pada QS. 8. Al-Anfal : 65.
f) Ada juga yang mengatakan minimal 40 orang, ini didasarkan pada QS. 8. Al-Anfal : 64.
g) Ada juga yang menetapkan jumlah minimal 70 orang, ini didasarkan atas firman Allah dalam al-Quran QS. 7. Al-A’raf : 155.
Pada prinsipnya hadits mutawatir ini bersifat qath‘i al-wurud (sesuatu yang pasti benar-benar bersumber dari Nabi), maka keseluruhan dari hadits mutawatir adalah maqbul (diterima) dengan tidak diperlukan lagi kajian tentang sanad atau rijal (periwayat hadits). Bahkan menurut Imam Nawawi, sekalipun periwayatnya adalah bukan seorang muslim. Maka ulama muhaddisin sepakat bahwa hadits mutawatir adalah hujjah bagi kaum muslim yang bersifat qath’I (pasti), maka dari itu wajib hukumnya untuk membenarkan dan mengamalkan kandungan-kandungan yang ada pada hadits mutawatir. Terkait dengan ada atau tidak tentang hadits mutawatir juga masih dipertentangkan oleh ulama. Adapun menurut 1). Ibnu Hibban dan al-Hazimi tidak ada, 2). Ibnu Sholah ada, namun sangat jarang, dan 3). Ibnu Hajar dan as-Suyuti ada. setelah selesai membaca pengertian hadits mutawatir mari kita ketahui pembagian hadits mutawatir
No comments:
Post a Comment